Anggota DPR PAPUA Komisi I, Laurenzus Kadepa di sarankan 3 poind solusi di atasi atas konflik antara suku Lanni dan Suku mee di Topo kab Nabire provinsi Papua Tengah.



Jayapura, Perilaku-Jujur.com--- Menyikapi konflik tanah yang terjadi di Topo, Nabire Provinsi Papua Tengah, Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa sarankan 3 solusi.


Kadepa menjelaskan, sesuai hasil kordinasi saya dengan pihak Polda Papua bahwa Bupati Nabire akan melakukan pertemuan dengan para pihak yang bertikai di Mapolres Nabire pada Selasa, 13 Juni 2023 untuk membicarakan akar masalah dan dampak yang ditimbulkan.


“Semoga pertemuan ini dapat berjalan baik,” ujar Kadepa, Minggu (11/6/2023).


Menurutnya, peristiwa di Topo Nabire, Papua Tengah ini menimbulkan kematian orang / manusia, kerugian rumah dan harta benda. Belum tahu berapa jumlah korban meninggal dan korban harta benda.


“Dampak lain dari peristiwa ini membuat masyarakat  tegang dan kepanikan bukan hanya di Nabire tapi seluruh Tanah Papua,” terangnya.


Oleh karena itu  lanjut Kadepa , ada beberapa solusi yang saya minta. Baik solusi jangka pendek, menengah dan jangka panjang :


Yang pertama untuk solusi jangka pendek. Selain pemerintah daerah dan aparat keamanan, kita semua (tokoh) harus ikut berpartisipasi melakukan pendekatan kepada masing- masing suku, agar dapat menahan diri demi menghindari korban baru.


Kemudian yang kedua, solusi jangka menengah. Polisi harus usut dan proses hukum siapa pelaku pembunuhan 2 warga di Topo. Selain itu aparat harus periksa kepala suku Wate atas pemberian surat pelepasan tanah di Topo Nabire kepada sekelompok warga suku Lani. Suku Mee protes dan dugaan hal ini menjadi penyebab masalahnya. “Pemerintah daerah Provinsi Papua Tengah dan 8 Kabupaten se Papua Tengah harus menanggung segala kerugian harta benda warga atas konflik ini,” imbuhnya.


“Dan untuk Solusi jangka panjangnya, pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Nabire diminta segera mendorong peraturan daerah soal status tanah di Nabire. Status tapal batas wilayah suku Wate dan Mee, suku Yerisiam dan Suku Mee. Berharap dengan regulasi ini nantinya akan menjadi solusi jangka panjang mengatasi konflik agraria di Papua Tengah,” tandas Kadepa. (*)




Lebih baru Lebih lama