(Menyikapi Fenomena Krisis Intelektualitas Mahasiswa Papua)


Yulianus Kebadabi Kadepa


Jayapura, Perilaku-Jujur.com-- Tulisan ini berangkat dari fenomena Papua hari ini, di mana sangat sedikit sekali stok mahasiswa-mahasiswa kritis, analitis dan objektif di Papua. Papua kita tahu sebagai daerah dengan 101 macam polemik yang paradoksal. Hingga kini Papua masih terus bergejolak tak menentu. Papua menjadi sebuah fenomena krusial di perut ibu Pertiwi, Negara Kesatuan Republik Indonesi ini.



Kita semua berharap paling kurang di tengah situasi yang penuh carut-marut seperti itu, banyak lahir pejuang-pejuang kebenaran, keadilan dan perdamaian di bumi Papua yang sedianya mampu memberikan secercah embun sejuk atas lahar dan badai bara api konflik yang kian memanas di Papua. Kita membutuhkan banyak laskar milenial yang sanggup pasang badan di garda terdepan mempromosikan Visi dan Misi Papua Tanah Damai dengan semangat kepahlawanan yang kokoh sebagaimana yang sudah dipelopori oleh para pendahulu cendekia asli Papua yang memang concern dengan situasi dan kondisi Papua mulai dari isu-isu yang dingin hingga isu-isu yang panas membakar jiwa.



Dari banyaknya pejuang kemanusiaan yang telah gugur di Papua kita akan berfokus pada seorang intelektual terkemuka pada jamannya, yakni Pastor Neles Kebadabi Tebay. Kita hendak menggugat eksistensi mahasiswa hari ini yang seakan-akan tidak berani pasang badan mempromosikan kedamaian di Papua sebagaimana jalan perjuangan tanpa kekerasan yang sudah dirintis oleh Pastor Neles Tebay semasa hidupnya. Terutama sorotan lebih akan penulis tuangkan pada mahasiswa-mahasiswa Papua yang senantiasa menjadikan Pastor Neles Tebay sebagai idolanya.



Memang kita juga tidak bisa menafikan bahwa masih banyak juga mahasiswa-mahasiswa Papua yang senantiasa bersikap kritis, analitis dan objektif atas eksistensi persoalan-persoalan rill di Papua. Baik di Papua maupun di luar Papua kita tahu bahwa ada begitu banyak anak muda Papua yang senantiasa secara kritis mengakomodir aspirasi-aspirasi rakyat kecil di Papua. Semisal, kita sendiri saksikan di media-media bagaimana mahasiswa Papua itu sejak terbukanya keran demokrasi reformasi pada 1998 pasca runtuhnya orde baru, muncul mahasiswa-mahasiswa kritis secara menjamur di persada Nusantara, tidak ketinggalan di Papua. Banyak tuntutan demokrasi dari Papua prihal penuntutan Freeport, Penolakan OTSUS, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, Penghentian Operasi Militer, Tuntutan Referendum, Tuntutan, bahkan Kemerdekaan dan lainnya.



Hingga kini kita seringkali menyaksikan ada banyak mahasiswa yang mengorbankan kuliahnya, terpaksa keluar-masuk penjara, menjadi buronan, turun jalan membawa pamflet demonstrasi, dan aktivitas-aktivitas aktivisme pemuda dan mahasiswa Papua lainnya. 



Di Papua sendiri gelombang perjuangan pemuda dan mahasiswa dalam rangka mengadvokasi perjuangan bangsa Papua itu sudah tidak bisa kita pungkiri lagi. Pasalnya, banyak organisasi-organisasi pergerakan dan perlawanan muncul di kalangan mahasiswa dan pemuda Papua. Mereka itu senantiasa turun lapangan memperjuangkan hak-hak masyarakat sipil di Papua. Perjuangan paling membekas hingga kini adalah beberapa demonstrasi belakangan ini dengan agenda Tolak OTSUS II, Tolak PON XX, Tolak DOB, Tolak KT G20 Bali, Pengibaran Bintang Kejora di USTJ, Aksi Solidaritas Antirasisme untuk Victor Yeimo dan lain-lain yang notabene di-heandle oleh pemuda dan mahasiswa Papua.



Itu berarti jika sebelum mahasiswa Papua bila kita tidak bergerak siapa lagi yang  akan kita harapkan untuk mengembangkan potensi eksistensi keberadaan hidup perjalanan menuju kesuksesan dialog Papua Jakarta tersebut. Jika  kita tidak mengikuti jalan perjuangan Papua damai melalui dialog dari pastor Neles Tebay kapan kita temukan jalan keselamatan bagi bangsa dan tanah Papua? 



Kita belajar dengan tujuan untuk  menemukan kehidupan baru, pengetahuan yang cukup tinggi nilai-nilai budaya, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat Papua.



Lebih jauh dan dalam dari itu  sebagai mahasiswa Papua yang dilingkupi banyak persoalan kita mesti paling kurang mampu tampil secara kritis, analitis dan objektif di ruang publik Papua dengan senantiasa belajar filsafat sebagai ilmu kritis, analitis dan objektif untuk menemukan dan mendalami cinta akan kebijaksanaan spritual tapi juga intelektual. Dengan belajar filsafat, minimal buku Sejarah Filsafat Barat yang ditulis oleh Bertand Russell, filsuf spesialis sejarah pemikiran filsafat berkebangsaan Inggris atau sebuah novel pengantar filsafat yang yang bagus sekali hemat penulis dalam mengkonstruksi alam pemikiran kaum milenial awam pemula yang hendak bergulat tenggelam dalam dunia filsafat dengan berjudul Dunia Shopia karangan Justin Gaarden.



Jangan kita berpandangan bahwa yang mesti belajar filsafat itu hanya mereka-mereka yang sekolah di sekolah tinggi filsafat, semisal STFT Fajar Timur, pemikiran seperti itu sekali hemat penulis adalah salah parkir, kita mesti sadar bahwa filsafat itu adalah mama dari semua pengetahuan maka logisny ialah bahwa jika kita hendak mengetahui pelbagai disiplin ilmu paling tidak dasar-dasar atau pijakan-pijakan logika penalaran kita sudah kita desain sebaiknya mungkin menggunakan filsafat, dalam hal ini filsafat adalah alat bantu yang menjadi metode berpikir, merasa, berkata dan berbuat kita di ruang privat maupun ruang publik.



Sepenggal gambaran tentang sosok Pater Neles  mau menunjukkan bahwa Pater Neles merupakan sosok yang mau agar Papua itu bukan manjadi daerah konflik dan medan operasi militer tetapi sebaliknya Papua menjadi Tanah yang damai dan sarana yang Pater Neles tawarkan adalah Dialog Damai. Sebelum kita maju pada inti pembahasan tulisan ini alangkah baiknya kita melihat lebih dekat apa itu perjuangan Dialog Damai yang dengan konsisten diperjuangkan oleh Pater Neles Tebai? 



Martabat manusia yang miliki untuk menuju realisasi dialog antara Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta yang kita harapkan dan impikan bersama. Dialog menjadi kunci penyelesaian demi keselamatan alam dan rakyat tertindas maka itu mesti secara terbuka dilihat bersama. Perjuangan kemanusiaan tanpa batas mesti dijunjung tinggi karena kita semua adalah manusia yang bermartabat.



Dialog itu bukan Tujuan atau Solusi, Dialog itu Sarana atau Jalan (sesuai nama adatnya Pater Neles, Kebadabi; Pembuka Jalan/Pintu) untuk mencapai solusi atas dasar kesepakatan bersama, yakni Perdamaian atau Papua Tanah Damai. Dialog Damai itu merupakan Solusi atas Konflik Papua-Jakarta. Pater Neles dan Jaringan Damai Papua bukan merupakan Mediator Dialog Jakarta-Papua atau Papua-Jakarta Papua, Pater Neles dan JDP hanyalah fasilitator Dialog Jakarta-Papua. Mereka yang mengfasilitasi agar Sembilan aktor kunci Konflik Papua-Jakarta itu bisa duduk bersama, mengidentifikasi masalah-masalahnya dan mencari solusi-soulsinya atas dasar kesepakatan bersama kedua belah pihak pertikai.



Dialog merupakan “jalan damai” yang akan menerima jawaban kepada harapan banyak orang baik secara umum warga Indonesia maupun khusus orang Papua. Harapan Papua menjadi Tanah Damai. Indonesia menjadi Negara yang sungguh-sungguh adil dan cinta damai tanpa kekerasan, pembunuhan, perkosaan, Tanah milik Papua termasuk harta benda, maka Marilah Kitong duduk bicara dulu. Ungkapan ini sebagai kunci menuju pintu keadilan dan perdamaian.



Penulis yakin bahwa dialog itu adalah kunci penyelesaian konflik dan kekerasan di Tanah Papua. Tanah ini akan menjadi soal sepanjang masa jika tidak dialog, karena tawaran belum dijawab secara terbuka yang bisa diterima oleh semua pihak. Maka dari itu, kita membutuhkan dialog antara Papua dan Jakarta. Dialog Jakarta-Papua tidak boleh hanya sekadar wacana, tetapi kedua belah pihak harus saling menerima dan memahami dan membangun dialog yang hidup. Para pihak yang bertikai harus saling menerima, jujur dan terbuka untuk bicara semua persoalan yang ada diatas tanah Papua ini.



Dengan demikian pastor Neles Tebay  selama ia hidup menjalankan  tugas perutusan misi dari Allah dengan baik sesuai dengan nama adat tahbisan “kebadabi” pembuka jalan dialog Papua menuju tanah surga jatuh di bumi seperti di surga diatas tanah Papua. (*)



Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua.

Lebih baru Lebih lama